Obat Tradisionals Ampuh dan Aman

  • Latest News

    Diberdayakan oleh Blogger.
    Rabu, 01 November 2017

    Grand Design of Alternative Development di Aceh



    Ganja dengan segala persoalannya masih dominan baik di level nasional dan internasional. Laporan dari UNODC tahun 2016 menunjukkan bahwa 74% penduduk dunia usia 15-65 tahun mengonsumsi ganja. Sementara itu di  Indonesia persentasenya menyentuh angka 44,5% (Hasil Survey BNN dan Puslitkes UI, 2016). Bahkan dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, yaitu 2004 hingga 2016, penyalahgunaan narkotika di Indonesia didominasi oleh jenis ganja.

    Menanggapi hal ini diperlukan langkah strategis guna menanggulangi persoalan ganja khususnya di Indonesia. Salah satu upaya pendekatan adalah melalui program alternative development program, yaitu alih fungsi lahan ganja menjadi lahan produktif dan legal di Aceh. Pada prinsipnya, program ini sudah berjalan, namun, untuk lebih mengoptimalkan kembali program tersebut, diperlukan kesiapan yang sangat serius. Karena itulah, BNN mengundang para menteri terkait, sejumlah kepala daerah di Aceh, dan para pakar  untuk menyumbangkan ide dan gagasannya dalam membangun sebuah program alternative development yang lebih komprehensif di Aceh melalui kegiatan Rakornas Alternative Development di Provinsi Aceh dengan tema “Bersatu dan Bersinergi Dalam Program dan Anggaran Untuk Mensukseskan Implementasi Grand Design of Alternative Development (2016-2025) di Provinsi Aceh. Adapun kegiatan ini digelar di Jakarta, Selasa (31/10).

    Kepala BNN, Drs Budi Waseso mengatakan  tujuan dari rakornas ini adalah  bagaimana semua komponen  bangsa dapat mengambil peran serta aktif melalui tugas pokok dan fungsi masing-masing dapat mensukseskan tanggap darurat narkoba nasional yaitu mengurangi produksi narkotika khususnya di provinsi Aceh.

    Kepala BNN menegaskan bahwa persoalan ganja sangat serius. Dari data yang ada, peredaran ganja di Indonesia menduduki rangking tertinggi yaitu 61% dibanding peredaran narkotika yang lainnya.

    “Peredaran ganja juga memicu peredaran narkotika lainnya, termasuk shabu. Dari informasi intelijen, telah terjadi barter antara ganja dan sabu melalui jalur-jalur tikus di aceh, sepanjang desa pinggir pantai di pulau sumatera, bahkan di Papua, dimana ganja dibarter dengan barang-barang selundupan,” ungkap Buwas saat membuka rakornas. 

    Dari fenomena tersebut, banyaknya demand telah memicu maraknya peredaran gelap dan produksi narkoba secara besar-besaran, termasuk kultivasi ganja khususnya di Aceh. Data Polda Aceh tahun 2016 menyebutkan 482 hektar lahan ganja telah dimusnahkan. 

    Ketika disinggung tentang pentingnya Grand Design, Buwas menungkapkan bahwa hal ini merupakan wujud nyata tanggap darurat narkoba nasional mulai dari akarnya, yaitu menurunkan produksi ganja dan melakukan pendekatan pembangunan karakter manusia melalui perbaikan sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketertiban yang secara berkelanjutan selama 10 tahun dapat terimplementasi di 3 pilot project di Aceh, yaitu Aceh Besar, Bireuen dan Gayo lues. Program ini memiliki 3 tahapan yaitu trust building (3 tahun, 2016-2018), implementasi program (selama 6 tahun, 2019-2024) dan pengembangan agrowisata (2025).

    Menanggapi program ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro mengaku cukup antusias atas langkah yang diambil oleh BNN ini. Menurutnya, program ini perlu untuk mendapatkan dukungan lintas sektoral.

    Terkait alih fungsi lahan ganja dalam program alternative development, Bambang mengatakan ada sejumlah hal yang harus menjadi perhatian bersama. Pertama, ia mengulas tentang pemilihan komoditas yang menggantikan ganja itu harus unggul dan memiliki value yang sangat tinggi secara ekonomis. Ia menyebutkan setidaknya di Aceh, ada empat jenis komoditas yang memiliki daya jual yang potensial seperti kopi, kelapa, kakao dan tanaman pangan.


    Kedua, Menteri PPN ini juga menyinggung pentingnya target pasar yang jelas sehingga para petaninya tidak merugi. Artinya, secara ideal, para petani sudah memiliki target pasar seperti perusahaan besar yang menjadi mitra. Sehingga, ketika kemitraan ini terbangun dengan baik, maka para petani akan dituntut untuk melakukan kultivasi dengan standar tinggi karena, sehingga perusahaan yang menjadi mitra tersebut akan langsung membeli pada petaninya tanpa perantara sehingga pada akhirnya taraf kesejahteraan para petani akan meningkat.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar :

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Grand Design of Alternative Development di Aceh Rating: 5 Reviewed By: GentaraNews
    Scroll to Top